Berita Terbaru :
Tuesday, July 16, 2013

Proses Penyelesaian Pelanggaran HAM Di Pengadilan HAM

Alur Proses Penyelesaian Pelanggaran HAM Di Pengadilan HAM ini merupakan posting terakhir dari Makalah Penyelesaian Pelanggaran HAM di Indonesia seperti apa prosesnya ada dibawah ini.

2. Penyelesaian Pelanggaran HAM Di Pengadilan HAM
Hukum acara yang digunakan dalam Pengadilan HAM adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sepanjang tidak diatur secara khusus oleh UU No.26 Tahun 2000 (lex specialis derogat lex generalis). Adapun proses penyelesaian pelanggaran berat HAM menurut UU No.26 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :

a. Penyelidikan
Penyelidikan dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM). Hal ini bertujuan adanya objektifitas hasil penyelidikan, apabila dilakukan oleh lembaga independen. Dalam penyelidikan, penyelidik berwenang:
- Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran berat HAM
- Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompok orang tentang terjadinya pelanggaran berat HAM serta mencari keterangan dan barang bukti
- Memanggil pihak pengadu, korban atau pihak yang diadukan untuk diminta dan didengar keterangannya
- Memanggil saksi untuk dimintai kesaksiannya
- Meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan tempat lainnya jika dianggap perlu
- Memanggil pihak terkait untuk melakukan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya
- Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa pemeriksaan surat, penggeledahan dan penyitaan, pemeriksaan setempat, mendatangkan ahli dalam hubungan dengan penyelidikan

b. Penyidikan
Penyidikan pelanggaran berat HAM dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan tugasnya Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat. Sebelum melaksanakan tugasnya, penyidik ad hoc mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai penyidik ad hoc, yaitu :

- Warga Negara Indonesia
- Berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun
- Berpendidikan Sarjana Hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian dibidang hukum
- Sehat jasmani dan rohani
- Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan baik
- Setia kepada Pancasila dan UUD 1945
- Memiliki pengetahuan dan kepedulian dibidang hak asasi manusia

Penyidikan diselesaikan paling lambat 90 hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik. Penyidikan dapat diperpanjang 90 hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai daerah hukumnya dan dapat diperpanjang lagi 60 hari. Jika dalam waktu tersebut, penyidikan tidak juga terselesaikan, maka dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh Jaksa Agung.

c. Penuntutan
Penuntutan dilakukan oleh Jaksa Agung. Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. Syarat untuk diangkat menjadi penuntut umum sama halnya dengan syarat diangkat menjadi penyidik ad hoc. Penuntutan dilakukan paling lama 70 hari sejak tanggal hasil penyidikan diterima.

d. Pemeriksaan di Pengadilan
Pemeriksaan perkara pelanggaran berat HAM dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM berjumlah 5 orang, terdiri atas 2 orang hakim pada Pengadilan HAM dan 3 orang hakim ad hoc.
Syarat-syarat menjadi Hakim Ad Hoc :
- Warga Negara Indonesia
- Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
- Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun dan paling tinggi 65 tahun
- Berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian dibidang hukum
- Sehat jasmani dan rohani
- Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan baik
- Setia kepada Pancasila dan UUD 1945
- Memiliki pengetahuan dan kepedulian dibidang Hak asasi manusia
Perkara paling lama 180 hari diperiksa dan diputus sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan HAM. Banding pada Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Kasasi paling lama 90 hari sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung.

3. Permasalahan dalam Penyelesaian Pelanggaran Berat HAM
Harapan besar lahirnya UU No.26 Tahun 2000 dalam penegakan Hak Asasi Manusia, namun kenyataannya hal tersebut belum bisa terlaksana secara maksimal sampai sekarang. Adapun salah satu penyebabnya adalah ditemukan beberapa kelemahan dalam undang-undang ini dan pelaksanaannya.

Kelemahan-kelemahan yang dimaksud, yaitu :
a. Penempatan pengadilan HAM didalam lingkungan Peradilan Umum  menjadikannya sangat bergantung pada mekanisme birokrasi dan administrasi peradilan umum yang ditempatinya.
b. Adanya Pasal dalam UU No.26 Tahun 2000 yang disalahartikan sehingga memungkinkan para pelaku untuk bebas. Contoh Pasal 35 ayat 1 yang berbunyi: Setiap korban pelanggaran HAM dan atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. Sehingga timbul anggapan bahwa pelaku pelanggaran hak asasi manusia dapat bebas dengan membayar kompensasi.
c. Kurangnya keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan pelanggaran HAM . Hal ini terlihat, banyaknya kasus-kasus HAM yang belum terselesaikan, bahkan hilang begitu saja.
d. Adanya intervensi politik dalam penyelesaian pelanggaran berat HAM, karena terkadang kasus tersebut melibatkan penguasa. Dengan kata lain, tidak adanya objektifitas dalam penyelesaian pelanggaran berat HAM.

C. PENUTUP
Setiap pelanggaran hak asasi manusia, baik itu berat ataupun tidak, senantiasa menerbitkan kewajiban bagi negara untuk mengupayakan penyelesaiannya. Penyelesaian tersebut bukan hanya penting bagi pemulihan hak-hak korban, tetapi juga bagi tidak terulangnya pelanggaran serupa di masa depan. Pendirian Pengadilan HAM Indonesia merupakan salahsatu wujud dari tanggung jawab negara dalam penegakan dan perlindungan hak asasi manusia. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam Pengadilan HAM, baik dari instrumen hukum, infrastruktur serta sumber daya manusianya yang bermuara pada ketidakpastian hukum. Hal ini tentu saja harus segera dibenahi selain untuk pengefektifan sistem hukum nasional Indonesia, juga untuk meminimalkan adanya celah mekanisme Internasional untuk mengintervensi penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia. Sehingga tidak menutup kemungkinan dibentuknya Pengadilan HAM Internasional Ad hoc, jika Pengadilan HAM Indonesia tidak terlaksana sesuai dengan standar internasional. Oleh karena itu, perlu adanya political will dari pemerintah serta adanya dukungan yang kuat dari masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro Purbopranoto, 1969, Hak Asasi Manusia dan Pancasila, Yogyakarta : Pradja Paramita
Mahsyur Effendi, 1994, Dimensi Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, Jakarta : Ghalia Indonesia
Majda El-Muhtaj, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia Undang- Undang Dasar 1945 sampai dengan Amandemen UUD Pada Tahun 2002, Jakarta: Prenada Media
Miriam Budiardjo, 1985, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT.Gramedia
Todung Mulya Lubis, 1982, Hak Asasi Manusia, Jakarta: Sinar Harapan
PUSHAM UII, 2008, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta
Ramdlon Naming, 2001, Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia. UI
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Kembali keawal Makalah Penyelesaian Pelanggaran HAM di Indonesia bisa dibaca DISINI

Sumber: berbagai Sumber

Comments
1 Comments

1 Comment:

Boom Beach Hack October 30, 2015 at 6:13 AM

Boom Beach Hack

Post a Comment